banner 728x250

Kang Riyono “Caping” Bedah buku IMPOR di JOGLO Kantor KOMINFO sedulur Mas Riyono Di Desa Jambangan,Magetan.

banner 120x600

MAGETAN, SIBERNEWS.CO.ID – Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono “Caping”, membedah buku terbarunya yang berjudul IMPOR. Buku yang ditulis sejak 2021 dan kini telah memasuki cetakan kedua pada 2024 ini, merupakan hasil riset akademis dan analisis politiknya selama tiga tahun.

Bertempat di KANTOR KOMUNIKASI DAN INFORMASI Sedulur Mas Riyono,di desa jambangan kecamatan kawedanan kabupaten Magetan.Selain berkumpul dengan rekan media di Magetan,Riyono caping juga memberikan buku terbitan terbarunya berjudul IMPOR.

Dalam buku ini, Riyono menguraikan strategi menuju kemandirian pangan serta membongkar peran mafia impor yang memperparah ketergantungan Indonesia terhadap pangan impor.

Menurut Riyono, Indonesia harus berhenti mengimpor pangan pokok strategis, seperti beras, gula, dan garam konsumsi, paling lambat pada 2026.

“Nah, di buku ini sebenarnya mulai dari kebijakan-kebijakan yang sifatnya ini memang di sektor pertanian dan tanaman pangan saya kupas,” ungkapnya, Kamis (27-3-2025).

Beliau menegaskan bahwa swasembada pangan seharusnya tidak membutuhkan lima tahun, melainkan dapat dipercepat menjadi tiga tahun, dengan harapan pada 2026 Indonesia sudah bisa mandiri secara pangan.

Kelemahan Politik Pangan Nasional

Dalam buku tersebut, Riyono juga mengkritik lemahnya politik pangan nasional. Salah satu buktinya adalah peran Bulog yang hanya menguasai sekitar 5–6% dari total peredaran beras di pasar. Akibatnya, mayoritas peredaran pangan strategis dikendalikan oleh swasta, yang seharusnya bisa diatur lebih baik oleh negara untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan.

BACA JUGA :
Polemik MTSN 4 Magetan Semakin Panas, Nama Yang Dicatut Pihak Sekolah Tidak Terima, Hingga Somasi Sekolah Melalui Kuasa Hukumnya

“Yang sangat strategis sebenarnya salah satunya adalah tentang Politik pangan nasional kita itu belum kokoh misalkan bulog. Bulog itu hanya menguasai kurang lebih 5 sampai 6% beras yang beredar di Free market. Coba bayangkan berarti swasta berkuasa penuh terhadap peredaran beras yang ada di semua pasar, hulu hilir itu dikuasai oleh swasta. Padahal kan enggak boleh sebenarnya minimal harusnya bulog memiliki kemampuan untuk mengontrol yang namanya peredaran pangan, khususnya produk strategis seperti beras,” jelasnya.

Selain itu, ia menyoroti bagaimana intervensi pemerintah terhadap lonjakan harga pangan masih sebatas operasi pasar murah, tanpa kebijakan sistematis yang mampu menstabilkan harga dalam jangka panjang. Menurutnya, jika ingin belajar dari negara maju seperti Jepang, pemerintah harus memiliki regulasi yang lebih kuat dalam melindungi sektor pertanian dan mendukung petani lokal melalui subsidi dan insentif yang tepat.

“Mungkin enggak bisa secara sistematis kalau kita belajar negara negara maju, misalnya Jepang. Jepang itu kemampuan dan kekuatan sektor pertaniannya luar biasa. Pemerintah mau mengurangi subsidi sedikit saja, itu kekuatan politik pangannya luar biasa karena dibekali oleh undang undang. Kemudian yang kedua keberpihakan terhadap program subsidi pangannya luar biasa. Kita ini masih belum mampu apa ada misalkan subsidi daging untuk rakyat belum pernah ada,” katanya.

BACA JUGA :
BPD Sekecamatan Kawedanan Resmi Mendapat Perpanjangan Masa Jabatan 2 Tahun

Mengungkap Permainan Mafia Impor

Dalam buku IMPOR karya Riyono ini juga mengupas bagaimana mafia impor memainkan perannya dan mengapa banyak pihak tertarik dalam bisnis rente impor. Salah satu kutipan menarik dari bukunya adalah, “Kenapa gula semakin lama bukan semakin manis, tapi semakin lama semakin pahit?” Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam tata kelola impor pangan yang berdampak buruk bagi ekonomi nasional dan kesejahteraan petani.

Ia juga menyoroti bagaimana kebijakan impor yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Cipta Kerja masih membuka ruang bagi impor pangan, berbeda dengan regulasi sebelumnya dalam Undang-Undang Pangan yang lebih menekankan pada kemandirian pangan. Oleh karena itu, DPR RI tengah mengupayakan revisi Undang-Undang Pangan agar sumber pangan lokal menjadi prioritas utama dalam pemenuhan kebutuhan nasional.

BACA JUGA :
PJ Bupati Magetan Tanggapi Serius Terkait Terjadinya Dugaan Pemerasan di MTSN 4 Magetan

“Di undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja ya kelemahannya adalah kedaulatan dan kemandirian pangan itu salah satunya yang pertama itu ya termasuk di dalamnya adalah strategi impor itu diperbolehkan. Berbeda dengan undang undang pangan, makanya DPR RI kita mau ada tahun ini menyelesaikan tentang revisi undang-undang pangan,” ujarnya.

Buku IMPOR tidak hanya menjadi refleksi terhadap kebijakan pangan saat ini, tetapi juga menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan dalam membangun ketahanan pangan nasional. Riyono optimistis bahwa jika kebijakan yang tepat diterapkan, Indonesia bisa mencapai swasembada pangan lebih cepat dari target yang selama ini dicanangkan.(Rif)