Bondowoso, SIBERNEWS.CO.ID _ Operasi Tertangkap Tangan (OTT) oleh Polres Bondowoso atas dugaan tindak pidana pemerasan Kepala SDN Sumber Wringin 2 yang disangkakan kepada FR dan RS, wartawan media online di Kabupaten Bondowoso, sangat menarik dikupas. Karena hal ini menuai pro dan kontra dikalangan wartawan, khususnya wartawan di Kabupaten Bondowoso.
Menurut Advokat Dwi Heri Mustika., SH, sebaiknya rekan rekan wartawan saling menahan diri dan menghormati proses hukum yang berlaku di Polres Bondowoso. “Bagi saya yang cukup menarik di ulas disini adalah, mungkin disini Kepala SDN Sumber Wringin 2, FR dan RS kurang memahami tentang Undang Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 pasal 5 ayat 2 berbunyi: Pers wajib melayani hak jawab dan ayat 3, berbunyi: Pers wajib melayani hak koreksi, Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik (KEJ), pasal 11, berbunyi: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional.
Hak Jawab itu apa ?. Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar KEJ, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta yang merugikan nama baiknya kepada Pers yang memublikasikan.
Hak Koreksi itu apa ?. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain
Kepala SDN Sumber Wringin 2 yang merasa dirugikan atas pemberitaan FR dan RS, semestinya bisa menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Lalu, FR dan RS sendiri, bisa memberikan hak jawab dan hak koreksi kepada Kepala SDN Sumber Wringin 2 yang merasa dirugikan nama baiknya.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ), pasal 1, berbunyi: Wartawan Indonesia Bersikap Independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. “Wartawan harus bersikap independent dan tidak beritikat buruk, coba hal ini saya garis bawahi. Menurut saya profesi wartawan adalah profesi di dasari kejujuran yang dilandasi hati nurani. Apakah pemberitaan yang telah ditulis dan diterbitkan itu memiliki tujuan baik dan bermanfaat bagi masyarakat ?. Hal itu yang harus digali lebih dalam,” terang Dwi yang juga anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur (Jatim).
Menurut Dwi, itikad baik sebenarnya bisa di deteksi lebih awal, saat wartawan membangun komunikasi dengan narasumber. “Ketika FR dan RS komunikasi dengan Kepala SDN Sumber Wringin 2, apakah FR dan RS menawarkan hak jawab dan hak koreksi atas pemberitaannya yang sudah terbit ?. Atau FR dan RS menawarkan advetorial atau pencambutan berita dengan kompensasi ?. Kemudian berlanjut dengan pertemuan antara Kepala SDN Wringin 2 dengan FR dan RS. Ini bisa menjadi tolak ukur, apakah FR dan RS beritikat baik atau beritikat jelek,” jelas Dwi yang juga dikenal Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Komunikasi Alumni Uji Kompentensi Wartawan (FKA UKW).
Menanggapi sejumlah pemberitaan media, bahwa Kepala SDN Sumber Wringin 2, merasa takut karena merasa diancam FR dan RS akan menaikan lanjutan berita, sehingga menyerahkan uang Rp. 5 juta, atau pemberitaan media lain menyebutkan FR dan RS memberikan penawaran cabut berita dengan kompensasi Rp. 5 juta kepada Kepala SDN Sumber Wringin 2. “Maaf, ini yang menjadi tanda tanya besar. Kenapa Kepala SDN Sumber Wringin 2 memberi dan menyerahkan uang Rp. 5 juta kepada FR dan RS ?. Kenapa tidak menggunakan hak jawab dan hak koreksi kepada FR dan RS ?. Padahal hak jawab dan hak koreksi gratis lho,” tutup Dwi.(Red)