banner 728x250

Menelisik Alvin Lim Advokat Dengan Raport Merah di Kepolisian

banner 120x600

JAKARTA, SIBERNEWS.CO.ID – Umumnya seorang Advokat memiliki catatan baik di kepolisian, bahkan di masyarakat sekalipun, nama advokat bukanlah gelar sembarangan.

Para Advokat disumpah untuk menjadi orang yang jujur dan taat terhadap hukum, Namun bagaimana bisa ketika seorang mantan narapidana bahkan namanya telah tercatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) bisa disumpah menjadi Advokat.

UU 18 tahun 2003 tentang Advokat Menjelaskan bahw, seharusnya seorang advokat harus memiliki kredibilitas dan memeilki catatan putih dari tindak pidana jenis apapun, namun seoerang advokat bernama Alvin Lim tidak demikian.

Ia beberapa kali disodorkan dengan puluhan laporan polda bahkan pernah diancam pidana terkait penculikan anak.

Tetapi dirinya tetap bisa disumpah menjadi Advokat, dan masih bisa menjalankan acara hukum di persidangan.
Nama Alvin Lim merupakan sosok yang kontroversial pasalnya sering kali dirinya disodorkan oleh puluhan laporan polda, namun anehnya selalu bebas dari perkara tersebut.

Sedangkan tindak peculikan tercantum dalamPasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Adapun Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal tersebut dikatakan, dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300 juta.

BACA JUGA :
Ketua Umum Peradi Bersatu Angkat Bicara Terkait Advokat Alvin Lim

Hal ini sangat bertolak belakang sekaligus melanggar kode etik advokat karena seorang advokat tidak dapat menjalankan profesinya sebagai advokat minimal selama 5 tahun terakhir sebelum dilantik, sedangkan ia dilantik pada tahun 2016, dan ia ditetapkan sebagai DPO pada 2010 sehingga syarat dasar advokatnya tidak terpenuh.

Adapun Syarat menjadi advokat sudah diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003 yaitu: warga negara Republik Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia.

BACA JUGA :
Berkontribusi Atas Pembangunan Pers, Pj Gubernur Banten Al Muktabar Raih Anugerah Sahabat Pers SMSI

Ditambah tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara, berusia sekurang-kurangnya 25 tahun, berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum, lulus ujian, magang sekurang-kurangnya 2 tahun.

Pasal 3 Ayat 1 huruf h Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang advokat, menyatakan bahwa syarat menjadi seorang calon advokat adalah tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dalam Undang-Undang Advokat, adalah ancaman pidana dari suatu tindak pidana, bukan hukuman yang dijatuhkan. Intinya adalah fokus ke ancaman pidananya, bukan sanksi hukuman yang dijatuhkan
Jadi ketika seseorang telah diancam pidana dari suatu tindak pidana artinya seseorang tersebut tidak dapat menjadi seorang calon advokat.

Lalu bagaimana nih kelanjutan bagi advokat yang pernah menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana tapi tetap menjalankan profesinya sebagai advokat.

Karena ketika seorang narapidana menjadi advokat itu sama saja tidak mencerminkan jiwa penegak hukum selain itu juga akan mengurangi kepercayaan klien dan masyarakat untuk menggunakan jasa pelayanan hukumnya.

BACA JUGA :
Eros Jarot Raih Anugerah Tokoh Pejuang Kemerdekaan Pers

Advokat termasuk ke dalam penegak hukum yang punya pengaruh penting dalam membangun kepercayaan masyarakat oleh karena itu profesi advokat berikut juga dengan organisasi advokat seharusnya menjaga kewibawaannya dengan menegakkan hukum termasuk aturan mengenai Undang- Undang Advokat.

Karena jika tak menegakkan hukum dengan menjadi narapidana maka reputasi seorang advokat beserta dengan organisasi advokat dipertaruhkan.(HM)