SITUBONDO, SIBERNEWS.CO.ID- Seorang anak laki-laki bernama Refan (10), asal Dusun Kajer, Desa Seletreng, Kecamatan Kapongan Situbondo, terpaksa harus menghentikan pendidikannya sejak duduk di kelas dua SD.
Suherman pegiat sosial mengaku miris saat bocah 10 tahun yang hanya hidup berdua dengan neneknya tidak pernah sekalipun mendapatkan bantuan dari pemerintah desa dan pemerintah Daerah, ia juga mengaku bantuan semua donatur murni diberikan semua kepada nenek bocah 10 tahun, Selasa (12/8/2025).
“Saya miris mas, sakitnya ini sudah 3 tahun lalu, diduga sakitnya ciri-ciri busung lapar, tidak terdata di DTKS, bahkan stunting, kesehariannya makan tisu atau kertas, jadi ini sungguh miris, murni semua bantuan dari donatur senilai 9.250.000” ujarnya.
Darwani (77), nenek dari Refan, mengungkapkan bahwa cucunya mengalami penyakit yang tak diketahui penyebab pastinya. Meski begitu, ia tetap berupaya merawat dan mengobati Refan dengan segenap kemampuan. “Dia harus berhenti sekolah sejak kelas dua SD karena tidak ada teman yang mau mendekatinya. Bau amis dari penyakit yang dideritanya membuatnya dijauhi,” ungkap Darwani.
Menurut Darwani, upaya pengobatan sudah dilakukan berulang kali, termasuk memeriksakan Refan ke rumah sakit di Situbondo. Namun, semua biaya pengobatan selalu ia tanggung sendiri karena tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Sejak awal penyakit itu muncul, saya sudah berulang kali membawanya ke rumah sakit. Semuanya dibayar tunai karena tidak punya fasilitas kesehatan atau bantuan apa pun,” katanya.
Refan tinggal bersama neneknya sejak usia tiga tahun setelah ditinggal ibunya yang bekerja ke luar negeri, tepatnya ke Malaysia. Sang nenek juga harus merawat cucunya seorang diri karena suaminya telah meninggal dunia.
“Saya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan sekitar Rp40.000 per hari. Cucu saya satu-satunya harapan saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Berdasarkan cerita Darwani, Refan kadang menunjukkan perilaku tidak biasa, seperti memakan tisu, kardus, bahkan Al-Qur’an yang dibawanya saat mengaji. Diduga, hal ini dilakukan karena kondisi lapar atau faktor psikologis akibat tekanan hidup.
(Uday)








